Mulailah dengan Bismillah
1. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
كُلُّ كَلَامٍ أَوْ أَمْرٍ ذِي بَالٍ لَا يُفْتَحُ بِذِكْرِ اللهِ فَهُوَ أَبْتَرُ – أَوْ قَالَ : أَقْطَعُ –
“Setiap perkataan atau perkara penting yang tidak dibuka dengan dzikir pada Allah, maka terputus berkahnya.” (HR. Ahmad, 2: 359. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini dha’if)
2. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كُلُّ أَمْرٍ ذِيْ بَالٍ لاَ يُبْدَأُ فِيْهِ بِـ : بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ فَهُوَ أَبْتَرُ
“Setiap perkara penting yang tidak dimulai dengan ‘bismillahirrahmanir rahiim’, amalan tersebut terputus berkahnya.” (HR. Al-Khatib dalam Al-Jami’, dari jalur Ar-Rahawai dalam Al-Arba’in, As-Subki dalam tabaqathnya)
3. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كُلُّ كَلاَمٍ لاَ يُبْدَأُ فِيهِ بِ لْحَمْدُ لِلَّهِ فَهُوَ أَجْذَمُ
“Setiap pembicaraan yang tidak dimulai dengan ‘alhamdu’, maka berkahnya terputus.” (HR. Abu Daud, no. 4840; Ibnu Majah, no. 1894. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini dha’if)
4. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كُلُّ أَمْرٍ ذِى بَالٍ لاَ يُبْدَأُ فِيهِ بِالْحَمْدِ أَقْطَعُ
“Setiap perkara penting yang tidak dimulai di dalamnya dengan ‘alhamdu’, maka berkahnya terputus.” (HR. Ibnu Majah, no. 1894; Abu Daud, no. 4840. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini dha’if. Begitu pula didha’ifkan oleh Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilaly dalam Bahjah An-Nazhirin, 2: 434)
Sebagian ulama menghasankan hadits di atas, ada pula yang menshahihkannya. Yang menghasankan hadits tersebut adalah Imam Nawawi dan Ibnu Hajar. Sedangkan Ibnu Daqiq Al-‘Ied dan Ibnul Mulaqqin menyatakan bahwa hadits tersebut shahih.
Mufti Kerajaan Saudi Arabia di masa silam, Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz (lahir tahun 1909, meninggal dunia tahun 1990) dalam Majmu’ Fatawanya (25: 135) menyatakan bahwa sebagian ulama mendhaifkan hadits ini. Yang lebih tepat menurut Syaikh Ibnu Baz, hadits di atas dinilai hasan.
Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid menyatakan bahwa secara makna hadits tersebut bisa diterima dan diamalkan karena Allah Ta’ala memulai kitab suci Al-Qur’an dengan bismillah. Begitu pula Nabi Sulaiman ‘alaihis salam menulis surat pada penguasa Saba’ dengan bismillah sebagaimana disebutkan dalam ayat,
إِنَّهُ مِنْ سُلَيْمَانَ وَإِنَّهُ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
“Sesungguhnya surat itu, dari SuIaiman dan sesungguhnya (isi)nya: “Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.” (QS. An-Naml: 30)
Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam pun memulai suratnya pada Raja Heraklius dengan bismillah. Begitu pula kala berkhutbah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memulainya dengan hamdu lillah dan memuji Allah Ta’ala.
Kebanyakan ulama tetap menganjurkan membaca bismillah untuk perkara yang penting.
Beberapa hal yang disebutkan dalam Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyyah (8: 92) yang dianjurkan membaca bismillah di awalnya (karena sebagian dianjurkan dalam hadits diawali dulu dengan bismillah):
- •Memulai membaca Al-Qur’an dan dzikir.
- •Naik perahu dan kendaraan.
- •Masuk rumah, masuk masjid dan keluar dari rumah dan masjid.
- •Menyalakan dan memadamkan lampu.
- •Sebelum bersetubuh yang halal.
- •Ketika imam naik mimbar.
- •Ketika akan tidur.
- •Masuk dalam shalat sunnah.
- •Menutup wadah (bejana).
- •Memulai menulis.
- •Menutupi mata mayit dan memasukkannya dalam liang lahat.
- •Meletakkan tangan ketika membaca doa (ruqyah) pada anggota tubuh yang sakit.
Disebutkan dalam kitab yang sama, bacaannya adalah “bismillah”, lengkapnya adalah “bismillahirrahmanir rahiim”. Jika lupa membaca bismillah atau meninggalkannya sengaja, maka tidak ada dosa untuknya. Namun jika dilakukan berpahala.
Imam Nawawi Al-Bantani menyatakan bahwa bismillah dibaca pada suatu perkara yang penting atau pada perkara mubah dan tidak termasuk dalam suatu yang haram atau makruh. Namun bismillah tidak untuk suatu perkara yang remeh seperti menyapu kotoran binatang, dan bacaan bismillah bukanlah sebagai bacaan dzikir seperti tahlil. (Kasyifah As-Saja Syarh Safinah An-Najaa, hlm. 26)
Semoga bermanfaat dan jadi ilmu yang penuh berkah.
Referensi:
Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyyah. Penerbit Kementrian Awqaf dan Urusan Islamiyah Kuwait.
Bahjah An-Nazhirin Syarh Riyadh Ash-Shalihin. Cetakan pertama, tahun 1430 H. Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilali. Penerbit Ibnul Jauzi.
Kasyifah As-Saja Syarh Safinah An-Najaa. Cetakan pertama, tahun 1432 H. Syaikh Muhammad Nawawi Al-Jawi Al-Bantani At-Tanari Asy-Syafi’i. Penerbit Dar Ibnu Hazm.
http://www.alifta.net/Fatawa/fatawaDetails.aspx?BookID=2&View=Page&PageNo=1&PageID=5433
https://islamqa.info/ar/146079
Sumber: https://rumaysho.com/14810-mulailah-dengan-bismillah.htm