Viral, Kisah Mantan Komandan KRI Nanggala-402, Ini Cerita Keluarga
Peristiwa tenggelamnya KRI Nanggala-402 pekan lalu, menjadi duka bagi bangsa Indonesia.
Tak terkecuali bagi mereka yang pernah menjadi bagian dari awak KRI Nanggala-402.
Di media sosial Twitter, 29 April 2021, viral unggahan yang membagikan kisah mantan Komandan KRI Nanggala-402, Kolonel Iwa Kartika.
Iwa pernah menjadi Komandan Satuan Kapal Selam pada 2016-2019.
Seorang teman semasa SMA, Iwa, berbagi cerita pilu soal kondisi Iwa yang terbaring sakit saat ini. Ia membagikan kisah itu melalui akun Twitter-nya, @aewin86.
"Komandan KRI Nanggala 402 sebelumnya, sekarang sedang terbaring lemas, karena Paru2nya keracunan metal/mercuri, ketika baterai mati, oksigen kurang dan yabg terhisap karbon. Terhirup bertahun-tahun kala dinas. Berat badannya 40 Kg. Beliau temen sekelas saya.
Mohon doanya," tulis dia dalam unggahannya.
Hingga Jumat (29/4/2021) sore, twit itu telah di-retweet 1.043 kali dan disukai 3.342 kali.
Kolonel Iwa Kartika adalah rekan dan teman sekelasnya sewaktu menempuh pendidikan di SMA N 1 Tasikmalaya.
Ketika diadakan reuni untuk pertama kalinya, Ewing terkejut melihat perawakan Iwa yang saat itu menjadi komandan kapal selam.
"Saat reuni pertama Juni 2009, perawakannya itu sudah kurus, beda dengan profil perwira lah ya yang tegap, kalau Kang Iwa kurus," ujar Ewing saat dihubungi Kompas.com, Jumat (30/4/2021).
Bagaimana kisah dan kondisi Iwa saat ini?
Iwa merupakan adik dari mantan Kapolda Jawa Barat, Anton Charliyan. Saat dikonfirmasi Kompas.com, Jumat (30/4/2021), Anton membenarkan kabar tentang adiknya itu.
Ia mengatakan, Iwa kini terbaring sakit setelah diketahui keracunan metal saat bertugas di satuan kapal selam.
"Iya benar, karena keracunan metal, kalau dari dokter itu, mulai kena ketika dalam bertugas, dulunya adik saya sehat-sehat aja," ujar Anton saat dihubungi Kompas.com, Jumat siang.
Iwa Kartiwa, asal Tasikmalaya, Jawa Barat, menjabat sebagai Komandan Satuan Kapal Selam pada 2016-2019.
Kolonel Iwa Kartiwa juga penerima langsung dua Kapal Selam terbaru dari Korea Selatan. Bahkan, ia ikut ke Korea selama tiga tahun.
Menurut Anton, Iwa pula sosok di balik penyelenggaraan Konferensi Kapal Selam International Asia Pacific.
Paru-paru keracunan metal
Anton mengungkapkan, menurut diagnosis dokter, paru-paru Iwa keracunan metal/mercury.
"Adik saya menjadi komandan kapal selam selama 3 tahun, tetapi di tengah perjalanan dia mengalami sesak. Begitu diperiksa di rumah sakit Angkatan Laut, setelah dilakukan scan segala macam, ya intinya itu sesaknya karena keracunan metal," ujar Anton.
Anton menjelaskan, keracunan tersebut kemungkinan terjadi ketika Iwa sedang memperbaiki kapal selam dan saat berada di kapal selam dalam kondisi mesin mati.
Anton pun sempat mengonfirmasikan hal itu kepada adiknya.
"Saya sempat tanya ke adik saya, sering mati mesin enggak? Dijawab, iya kadang-kadang mati, tapi cuma beberapa menit. Nah ketika berada di dalam sana, kalau mesin mati yang dihirup karbon," papar Anton.
Berbobot 40 kg, sering batuk keluar darah
Saat ini, Iwa dirawat di rumahnya di Tasikmalaya, Jawa Barat, dan menjalani rawat jalan atas kondisi medisnya.
"Untuk jalan saja sudah susah. Padahal dulu pelari, pendaki, lalu bicara juga sudah susah, batuk-batuk terus, kadang-kadang keluar darah, badannya juga tinggal 40-45 kg, kurus sekali sampai kelihatan tulang-tulangnya," kata Anton.
Menurut Anton, kini Iwa juga enggan ditemui dan lebih banyak merenung, terutama setelah mengetahui insiden yang menimpa KRI Nanggapa-402.
"Tapi ya ini sudah nasibnya. Cuma saya kadang-kadang sedih, pasukan khusus ini kan betul-betul berhadapan dengan maut setiap saat. Megitu melaut/menyelam, ya otomatis dia sudah berhadapan dengan maut, begitu kan," kata Anton.
Anton mengatakan, adiknya telah bergulat dengan satuan kapal selam selama sekitar 20 tahun.
Iwa tak pernah meninggalkan "Korps Hiu Kencana", kecuali saat menjadi Danlanal di Bangka Belitung.
Anton mengatakan, peristiwa tenggelamnya KRI Nanggala-402 juga menimbulkan kesedihan bagi Iwa.
Para awak KRI Nanggala-402, kata Anton, telah seperti keluarga sendiri untuk adiknya.
"Jadi hidupnya di kapal selam, dan dengan Naggala itu sudah kayak rumahnya sendiri, ada bocor sebesar jarum saja dia itu tahu, sangat diperhatikan," kata Anton.
"Nah ketika Nanggala kemarin tenggelam, ya mungkin terpukul juga gitu kan, sudah puluhan tahun di sana, dan sekarang kebetulan yang mungkin terlama juga yang masih hidup, yang lain sudah meninggal semua setelah adik saya," tambah Anton.
Perhatian pemerintah
Anton meminta kepada pemerintah agar lebih memperhatikan nasib pasukan-pasukan khusus, seperti satuan kapal selam.
Setidaknya, para awak satuan-satuan khusus yang bergelut dengan maut itu disejajarkan dengan pegawai BUMN dalam segi hal kesejahteraan.
"Sementara bisa kita lihat, bukannya saya cemburu pada pegawai BUMN yang istilahnya risikonya sangat kecil, kemudian hari Sabtu-Minggu bisa berlibur dengan kelurga, gajinya juga berlipat-lipat, sepertinya kurang adil," ujar Anton.
"Boleh saja mereka bergaji besar, tetapi pasukan khusus gajinya juga harus lebih besar lagi. Kalau di satuan kapal selam itu kan cuma ratusan (krunya), masak enggak bisa ngopeni yang segitu, mohon perhatian khusus lah. Baik salary, rumah dinas disiapkan untuk yang sudah pensiun, ya pokoknya ada perhatian lebih gitu lah," kata dia.